Mataram, pusaranntb.com

Bagi mereka yang berprinsip dan tidak menghianati bisikan nuraninya. “Marwah dan Harga Diri”, merupakan harta terakhir sekaligus termahal yang ada dalam diri tiap insan.

Namun, dalam dunia politik yang syarat akan intrik dan tipu muslihat. Apalagi, bila dalam kondisi terjepit guna menyelamatkan diri serta karir. Menggadaikan harga diri adalah peristiwa biasa (Lumrah). Hal demikian, juga dianggap bagian dari strategi untuk mengulur waktu dan menyesatkan pihak lawan.

Hakikat dan intisari dari politik, yakni merebut dan mempertahankan singgasana kekuasaan. Segala cara yang ditempuh, dianggap sah jika memungkinkan. Urusan moralitas, bukanlah sesuatu yang penting.

Jangankan sekedar modus tangisan berderai air mata depan publik untuk meraih simpati., Berkata bohong dengan segudang janji manis penuh kepalsuan., Melakukan hal paling ekstrim sekalipun (membunuh), dengan menyasar lawan potensial yang dianggap dapat menghambat dan merintangi sebuah tujuan, dianggap halal. Jika nafsu dan keserakahan telah menggerogoti.

Lihat saja keganasan Adolf Hitler Pemimpin Partai NAZI Jerman jelang meletusnya perang Dunia II. Hitler dengan kejam memerintahkan Satuan Kawal Pribadinya (Waffen SS), untuk melenyapkan saingan politiknya. Bahkan sahabatnya sendiripun menjadi korban pada peristiwa berdarah yang dikenal, “Malam Pisau Panjang”.

Lihat saja kengerian Benito Mussolini Penguasa negara Italia pada sejumlah literatur sejarah. Mussolini menggerakan unit Polisi Rahasia guna melenyapkan (membunuh), para saingan politiknya.

Nasib dua contoh pemimpin Zolim ini berakhir tragis. Adolf Hitler mengakhiri hidupnya dengan menembakan pistol di kepala. Dan istrinya Eva Brown bunuh diri menelan pil sianida.

Sedangkan Benito Mussolini bersama kekasih selingkuhannya, meregang nyawa ditangan regu tembak, usai ditangkap oleh rakyatnya sendiri. Yang benci sekaligus dendam akan kebengisan Mosalini saat ia memerintah.

Mayat penguasa Italia bersama pacarnya tersebut, digantung terbalik di alun alun kota Italia, dan disaksikan oleh lautan masa. Tubuh kaku bersimbah darah mereka, diludahi dan dipukuli oleh warganya. Sungguh, kematian tragis sekaligus menghinakan seorang pemimpin ditangan rakyatnya.

Coretan Kisah diatas sekedar pengantar, sekaligus pengingat bagi kita semua. Agar tidak lupa diri, pada amanat yang diletakan dipundak. Serta memberikan pelajaran akan begitu mengerikan dimensi negatif dari dunia politik.

Penulis masuk pada pembahasan lewat tulisan ke-3, yang mengulas Konfrontasi antara Bupati Bima Hj. Indah Damayanti Putri berhadapan Edy Muhlis Ketua Komisi III DPRD Bima.

Tudingan Edy Muhlis yang mengisyaratkan kalau Bupati Bima telah menerima uang suap/sogokan ratusan juta rupiah atas pengerjaan proyek dari tangan kontraktor, viral dan menyita perhatian publik.

Geram dengan manuver sang Macan Podium, yang dinilai sangat berbahaya jika dibiarkan berlarut. Hj. Indah Damayanti Putri mendeteksi, isu yang merugikannya tersebut bukan hanya menyangkut Marwah dan Harga Dirinya sebagai seorang pemimpin. Tudingan Suap itupun, berpotensi menjadi pintu masuk pihak penegak hukum untuk fokus mengungkap sederet kasus yang menyelimuti Pemda Bima.

Gerak penyekatan untuk menghalau isu suap dilakukan guna melawan Edy Muhlis. Komando pengerahan loyalis dan unit propaganda diaktifkan, terutama beroperasi lewat jejaring media sosial (Medsos).

Usai Bupati Bima Melaporkannya secara resmi di Mapolda NTB kemarin. Singa Podium tak lagi tampil atraktif seperti hari biasanya. Teriakan lantang dan komentarnya menyorot pemerintah pada media massa dan kanal youtube, tak lagi terdengar.

Mental Tarung Edy Muhlis yang dulunya menggelar, kini seakan sirna. Padahal sekarang masyarakat petani Bima membutuhkan sosoknya sebagai penyambung aspirasi. Baik itu soal kegelisahan petani Bawang Merah atas persoalan anjloknya harga, kelangkaan dan adanya mavia pupuk bersubsidi, serta kasus kasus lainnya.

Membekunya Duta Partai Nasdem tersebut, juga diikuti tenggelam proses hukum atas perkembangan laporan hukum Bupati Bima. Bahkan, Hj. Indah Damayanti Putri sendiri, seolah menghindari pertanyaan publik.

Padahal masyarakat Bima ingin melihat komitmen Bupati seperti teriakan lantangnya yang berapi api, kalau dilaporkannya Edy Muhlis karena dirinya tidak terlibat kasus penyuapan. Dan yang paling utama adalah, menjaga MARWAH & HARGA DIRI. (BERSAMBUNG)

Oleh: Joni Junaidi (Pimred)

2 thoughts on “Mengurung Edy Muhlis, Suksesnya Penaklukan Dibalik Laporan Berdalih Demi Marwah & Harga Diri”
  1. Mantap ini, Abang. Kalau bisa sih saya mau angkat berita ini. Dilansir,

    Mataram, pusaranntb.com

    Bagi mereka yang berprinsip dan tidak menghianati bisikan nuraninya. “Marwah dan Harga Diri”, merupakan harta terakhir sekaligus termahal yang ada dalam diri tiap insan.

    Namun, dalam dunia politik yang syarat akan intrik dan tipu muslihat. Apalagi, bila dalam kondisi terjepit guna menyelamatkan diri serta karir. Menggadaikan harga diri adalah peristiwa biasa (Lumrah). Hal demikian, juga dianggap bagian dari strategi untuk mengulur waktu dan menyesatkan pihak lawan.

    Hakikat dan intisari dari politik, yakni merebut dan mempertahankan singgasana kekuasaan. Segala cara yang ditempuh, dianggap sah jika memungkinkan. Urusan moralitas, bukanlah sesuatu yang penting.

    Jangankan sekedar modus tangisan berderai air mata depan publik untuk meraih simpati., Berkata bohong dengan segudang janji manis penuh kepalsuan., Melakukan hal paling ekstrim sekalipun (membunuh), dengan menyasar lawan potensial yang dianggap dapat menghambat dan merintangi sebuah tujuan, dianggap halal. Jika nafsu dan keserakahan telah menggerogoti.

    Lihat saja keganasan Adolf Hitler Pemimpin Partai NAZI Jerman jelang meletusnya perang Dunia II. Hitler dengan kejam memerintahkan Satuan Kawal Pribadinya (Waffen SS), untuk melenyapkan saingan politiknya. Bahkan sahabatnya sendiripun menjadi korban pada peristiwa berdarah yang dikenal, “Malam Pisau Panjang”.

    Lihat saja kengerian Benito Mussolini Penguasa negara Italia pada sejumlah literatur sejarah. Mussolini menggerakan unit Polisi Rahasia guna melenyapkan (membunuh), para saingan politiknya.

    Nasib dua contoh pemimpin Zolim ini berakhir tragis. Adolf Hitler mengakhiri hidupnya dengan menembakan pistol di kepala. Dan istrinya Eva Brown bunuh diri menelan pil sianida.

    Sedangkan Benito Mussolini bersama kekasih selingkuhannya, meregang nyawa ditangan regu tembak, usai ditangkap oleh rakyatnya sendiri. Yang benci sekaligus dendam akan kebengisan Mosalini saat ia memerintah.

    Mayat penguasa Italia bersama pacarnya tersebut, digantung terbalik di alun alun kota Italia, dan disaksikan oleh lautan masa. Tubuh kaku bersimbah darah mereka, diludahi dan dipukuli oleh warganya. Sungguh, kematian tragis sekaligus menghinakan seorang pemimpin ditangan rakyatnya.

    Coretan Kisah diatas sekedar pengantar, sekaligus pengingat bagi kita semua. Agar tidak lupa diri, pada amanat yang diletakan dipundak. Serta memberikan pelajaran akan begitu mengerikan dimensi negatif dari dunia politik.

    Penulis masuk pada pembahasan lewat tulisan ke-3, yang mengulas Konfrontasi antara Bupati Bima Hj. Indah Damayanti Putri berhadapan Edy Muhlis Ketua Komisi III DPRD Bima.

    Tudingan Edy Muhlis yang mengisyaratkan kalau Bupati Bima telah menerima uang suap/sogokan ratusan juta rupiah atas pengerjaan proyek dari tangan kontraktor, viral dan menyita perhatian publik.

    Geram dengan manuver sang Macan Podium, yang dinilai sangat berbahaya jika dibiarkan berlarut. Hj. Indah Damayanti Putri mendeteksi, isu yang merugikannya tersebut bukan hanya menyangkut Marwah dan Harga Dirinya sebagai seorang pemimpin. Tudingan Suap itupun, berpotensi menjadi pintu masuk pihak penegak hukum untuk fokus mengungkap sederet kasus yang menyelimuti Pemda Bima.

    Gerak penyekatan untuk menghalau isu suap dilakukan guna melawan Edy Muhlis. Komando pengerahan loyalis dan unit propaganda diaktifkan, terutama beroperasi lewat jejaring media sosial (Medsos).

    Usai Bupati Bima Melaporkannya secara resmi di Mapolda NTB kemarin. Singa Podium tak lagi tampil atraktif seperti hari biasanya. Teriakan lantang dan komentarnya menyorot pemerintah pada media massa dan kanal youtube, tak lagi terdengar.

    Mental Tarung Edy Muhlis yang dulunya menggelar, kini seakan sirna. Padahal sekarang masyarakat petani Bima membutuhkan sosoknya sebagai penyambung aspirasi. Baik itu soal kegelisahan petani Bawang Merah atas persoalan anjloknya harga, kelangkaan dan adanya mavia pupuk bersubsidi, serta kasus kasus lainnya.

    Membekunya Duta Partai Nasdem tersebut, juga diikuti tenggelam proses hukum atas perkembangan laporan hukum Bupati Bima. Bahkan, Hj. Indah Damayanti Putri sendiri, seolah menghindari pertanyaan publik.

    Padahal masyarakat Bima ingin melihat komitmen Bupati seperti teriakan lantangnya yang berapi api, kalau dilaporkannya Edy Muhlis karena dirinya tidak terlibat kasus penyuapan. Dan yang paling utama adalah, menjaga MARWAH & HARGA DIRI. (BERSAMBUNG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *